Hari ini,
Hari ini aku termenung tentang kamu dimeja kantor.
Bukan, bukan aku sedang memiliki masalah dengan kamu.
Bukan pula aku merenung karena rindu kamu.
Tapi aku termenung, merenung bahwa ternyata kita berdua
sudah sejauh ini bersama.
Aku mulai membuka ingatan lama tentang kita berdua. Ingatan bagaimana
diawal hubungan ini, aku selalu dicap ‘orang ketiga’ hancurnya hubungan kamu
dan masa lalu kamu. Ingatan dimana bahwa diawal hubungan ini aku tidak pernah
berfikir akan ‘lama’ bersama kamu, ingatan dimana bagaimana setiap kita
berselisih, aku akan meledak disaat itu juga, dengan tega meninggalkan kamu dan
tidak pernah menghargai perasaan kamu, ya diawal aku hanya memikirkan perasaan
aku, aku tidak perduli apakah kelakuan aku akan menyakiti kamu atau tidak. Setiap
mengingat itu, aku selalu meringis dan berfikir ‘wajar aja gak pernah awet
membangun hubungan sama orang’ . tapi kamu, walaupun berkali-kali aku
meninggalkan kamu, kamu gak pernah ikut meninggalkan aku. Kamu hanya memberi
aku ruang untuk memadamkan ‘kemarahan’ sesaat aku dan kamu selalu menunggu aku
ditempat yang sama ketika aku meninggalkan kamu. Karena kamu tahu, bahwa aku
akan selalu kembali kesana.
Kamu masih ingat kejadian diawal hubungan kita, hari dimana
untuk pertama kalinya kita bertengkar hebat untuk permasalahan yang sangat
sepele ? dan ya, aku meninggalkan kamu. Aku menyerah dengan keegoisan aku dan
kamu ingat apa yang kamu perbuat ? kamu membuat situasi seolah-olah kamu pun
menyerah. Dan apa yang terjadi ? setelah emosi itu reda, aku merengek
menghubungi kamu dan berkata ‘kamu gak sayang aku? Gak nyariin aku?’ dan kamu
hanya menjawab sambil tertawa ‘kalau aku gak sayang kamu, aku pasti nyariin
kamu dan aku akan menyerahkan semua keputusannya sama kamu. Tapi karena aku
sayang kamu, aku tahu bahwa kamu perlu waktu untuk menghilangkan amarah kamu
dan karena aku sayang kamu, aku yakin kalau kamu akan balik lagi ke aku’. Betapa
malunya aku saat itu, kamu tahu kenapa ? karena aku begitu kekanak-kanakan.
Tahun pertama hubungan kita, bagi aku adalah tahun dimana
aku masih meragukan kamu. Masih terlintas fikiran apakah benar kamu sayang aku.
Bego banget gak sih, disaat semua orang begitu yakin terhadap kamu, malah aku
sendiri yang masih meragukan kamu. Sebenarnya, aku bukan meragukan kamu, tapi
aku meragukan diri aku sendiri. Apakah benar yang aku jalani ini benar.
Tapi semakin lama dijalani, aku semakin tahu bahwa kamu rela
sesusah apapun hanya demi membuat aku tersenyum. Aku jadi ingat, entah tepatnya
kapan aku lupa. Suasana hatiku sedang buruk dan demi mengembalikan mood aku,
kamu rela ‘membobol’ tabungan kamu untuk membeli tiket bioskop. Padahal aku
tahu, kamu sedang menabung untuk membeli sesuatu yang kamu inginkan, tapi kamu
membobol tabungan itu dan kamu bilang ‘aku nanti aja nabungnya, sekarang kita
nonton yuk. Katanya film itu bagus lho, lucu. Biar muka kamu yang cantik itu
makin cantik lagi kalau senyum. Gak usah cemberut-cemberut gitu’ . mungkin bagi
orang hal itu sepele, tapi bagi aku itu membuktikan bahwa kamu selalu
menjadikan aku hal yang terpenting dihidup kamu, selain keluarga kamu tentunya.
Kamu ingat ? kejadian apa aja yang pernah kita lalui bareng
?
Tahun pertama dan diawal tahun kedua, dari 7hari 24jam, kita
hampir setiap hari ketemu dan setiap harinya lebih dari 8jam bersama. Mulai dari
kuliah bareng, buat tugas, bahkan sampai bimbingan skripsi bersama. Sampai orang-orang
berkata ‘jodoh amat kalian, kuliah bareng eh sekarang pembimbing skripsi pun
sama’. Semua kita laluin bersama, mulai dari bimbingan-seminar
proposal-revisi-ujian komprehensif-yudisium dan wisuda kita sama-sama.
Tepat dihari wisuda kita, kamu memberikan aku hadiah yang
sampai sekarang belum ada gantinya yang ngebuat aku kehabisan kata-kata.
Yap, kamu memberikan aku cincin. No, itu bukan cincin ‘pengikat’
seperti orang-orang sering bicarakan. Kamu tidak pernah menjanjikan aku apapun
hal yang indah, bersamaan dengan cincin itu kamu hanya bilang, ‘mulai sekarang,
aku mau hubungan yang gak lagi main-main lagi sama kamu’. Terdengar naif
membicarakan hal yang serius tanpa persiapan yang matang.
Dan september tahun
lalu, semua ritme hubungan kita berubah. Kamu diterima kerja dan kita harus
berpisah. Aku ragu, kamu ragu tapi kita tidak saling berbicara. Aku ragu dengan
hubungan yang berjudul ‘jarak jauh’ dan aku belum pernah. Kamu ragu, pertama
kamu pernah gagal dengan hubungan itu dan kamu takut aku akan menyerah. Sampai di
hari kita harus berpisah, tidak pernah ada ucapan yang terucap. Kita saling
membisu, kita sibuk dengan fikiran masing-masing. Dan detik-detik sebelum
perpisahan itu, akhirnya kamu membuka suara ‘tunggu aku ya sayang’ kalimat yang
singkat, tapi aku tahu itu kalimat yang terlontar dari hati dan semua keraguan
itu hilang dan aku mantap berkata 'iya aku tunggu kamu'.
Diawal ritme hubungan yang menyebalkan ini adalah neraka
bagi kita berdua. Komunikasi hanya terbatas dengan tulisan dan suara, perbedaan
lingkungan yang baru, kegiatan kita berdua yang berubah. Aku kerja dan kamu pun
kerja disana dan bertemu dengan orang baru. pertengkaran kecil silih berganti,
kekecewaan kecil mulai hadir dan keraguan itu kembali muncul, Sampai dititik
aku menyerah dan benar-benar menyerah dengan hubungan ini. Kamu, kamu hanya
melontarkan kalimat ‘aku gak bisa maksa kamu percaya dengan aku dan aku pun gak
bisa memaksa kamu untuk menunggu aku. Sekarang terserah kamu, tapi perlu kamu
tahu, aku berharap kamu bisa menunggu aku’ dan aku, aku hanya bisa menangis dan
menyesali perkataan aku, karena diawal aku udah membuat keputusan untuk ‘ya aku
tunggu’ tapi aku hampir menyerah dengan jarak yang menyebalkan ini.
Setelah mulai ‘berdamai’ dengan jarak, hubungan kita kembali
seperti semula, hubungan yang dipenuhi dengan pembicaraan-pembicaraan bodoh gak
penting. Ternyata jarak juga memiliki hikmah, kita lebih menghargai semua waktu
yang kita punya untuk dinikmati semaksimal mungkin, bahkan selalu terucap
kalimat ‘kalau mau ngambek, nanti tunggu LDR aja. Sekarang kita seneng-seneng
aja. Ketemu udah jarang, jangan diisi dengan berantem’. Dan kamu tau, gak
kerasa kita udah menjalani hubungan berjarak ini satu tahun. Iya, kamu gak
salah baca. Satu tahun, tepat bulan september 2015. Untuk sekarang,
pertengkaran akibat jarak sudah jarang terjadi, Cuma yang masih adalah ketika
rindu tidak terbendung lagi tapi gak bisa bertemu dan satu-satunya cara adalah
mengeluarkan ‘sifat manja’ kepasangan dan pasangan tersebut malah sibuk dengan
hal yang lain. Kita berdua lucu ya, gak pernah berhenti berantem Cuma karena
pegen manja-manjaan tapi si pasangan gak peka.
Satu hal yang aku takutin, aku takut kalau aku bukan lagi
jadi alasan kamu untuk pulang dan satu hal yang kamu takutin, bahwa nanti akan
ada yang menghapus air mata aku selain kamu. Tapi ketakutan itu gak perlu kita
risaukan ya, kita jalanin aja ya sayang, biarkan ketakutan itu akhirnya nyerah
sendiri dan kabur dari kita. Yuk, kita semangat ya sayang.
Selamat tanggal 14 ya sayang, selamat 34 bulan dan selamat 1
tahun LDR-an.
Semoga, ‘semoga’nya kita berdua segera ‘disegerakan’ sama
Tuhan ya.
Ini dari aku,
Aku yang masih suka nyebelin kamu, aku yang masih suka buat
kamu sebel, aku yang masih suka bersifat gak semestinya, dan ini aku yang
sampai sekarang masih nunggu kamu.
Selamat tanggal 14 sayang,
Ini untuk kamu,
Kamu yang masih sumber ketawa aku, kamu yang masih sumber
tangis aku, kamu yang masih suka buat aku bete dan ini untuk kamu yang lagi
berjuang disana untuk menciptakan ‘rumah’ untuk kita berdua.
With Love,
Yours